Senin, 12 Januari 2015

Koruptor Membunuh Negara

Itulah yang terjadi dengan pesta pora korupsi sekarang ini. Kekayaan yang dibelanjakan negara untuk menghidupi bangsa ternyata digerogoti para pejabat negara sendiri. Seperti penyakit kanker yang baru terasa akibat fatalnya puluhan tahun kemudian, begitu juga dengan penyakit korupsi ini. Boleh jadi para koruptornya sudah lama mati dan tak bisa menikmati hasil korupsinya, tetapi akibat perbuatannya akan ditanggung cucu dan buyutnya sendiri. Penyair Abdul Hadi WM pernah menulis sajak mengenai perkara ini. Intinya para koruptor itu sibuk memetik dan memakan habis buah-buah yang diperuntukkan bagi anak cucunya nanti.

Pembunuh skala nasional

Gejala korupsi yang sebenarnya berakibat fatal ini, yang tidak segera terlihat akibatnya atau akibatnya tidak pernah dihubungkan dengan kejahatan korupsi, membuat para pelaku korupsi dijatuhi hukuman ringan. Mereka hanya dikategorikan sebagai maling besar atau tikus negara. Sebenarnya mereka pembunuh dalam skala nasional.

Jika ada sekolah dasar ambruk, jembatan ambruk, jalan hancur yang memakan korban; atau pembangunan puskesmas ataupun rumah sakit yang terbatas  dan lamban; bantuan sosial bagi kesehatan, kesejahteraan, pendidikan bagi mereka yang tak mampu sehingga banyak warga miskin tidak tertolong, padahal negara telah menyediakan anggarannya; siapakah yang harus bertanggung jawab atas musibah ini?

Tak ada hubungan antara pelajar yang tewas tertabrak truk akibat menghindari lubang di jalan dan pejabat yang harus bertanggung jawab atas terpeliharanya jalan dan ketertiban lalu lintas. Tak ada hubungan antara jutaan balita yang meninggal akibat kurangnya jaminan keuangan dan pejabat yang seharusnya bertanggung jawab atas kesehatan dan kesejahteraan rakyatnya.

Belanja negara untuk rakyatnya barangkali telah diperhitungkan secara cermat, tetapi kenyataannya tak mengubah apa pun pada rakyat selama puluhan tahun berdirinya negara nasional ini. Korupsi para pejabat negara justru semakin merajalela dan berani sehingga menjadi ciri-ciri salah satu gaya hidup mereka. Mereka tersenyum bangga ketika digiring ke Kantor KPK. Semakin besar nilai korupsinya semakin tegak busung dadanya. Mereka ini orang sehat atau orang
sakit?

Medan korupsi semakin luas. Ada korupsi belanja negara dan ada korupsi masukan negara. Para pejabat negara yang korup berada di antara lembaga pemberi dan penerima. Memberinya digerogoti, menerimanya juga digerogoti. Akibatnya, rakyat hanya menerima sisa-sisa ”kebaikan hati” kaum koruptor. Tentu saja para koruptor ini tak dapat menggasak habis belanja negara atau pemasukan negara karena hal itu tidak mungkin. Masalahnya sekarang seberapa banyak yang mereka korup? Seperempatnya? Setengahnya? Tiga perempatnya? Sebab, pada dasarnya manusia itu dapat serakah, tentu saja jatah korupnya juga semakin meningkat sampai mereka ketahuan dan tertangkap basah.

Gaji pegawai negara naik Rp 1 juta sudah merupakan loncatan luar biasa. Biasanya kenaikan tingkat atau golongan hanya bergerak antara Rp 200.000 dan Rp 700.000. Pegawai negeri itu jika dilihat dari standar gaji resmi, tidak mungkin masuk kategori orang kaya. Pegawai negeri itu kategori orang miskin di Indonesia. Pegawai negeri dengan gaji puluhan juta saja sudah tidak masuk akal dan tidak adil. Jika ada yang memiliki kekayaan ratusan juta, tentu pegawai negeri yang luar biasa.

Namun, kini banyak pegawai negeri dan pegawai negara yang rekeningnya miliaran rupiah bahkan triliunan rupiah. Dari mana mereka memiliki simpanan sebanyak itu? Sejauh mana kerusakan negara yang telah mereka perbuat? Berapa banyak jiwa tidak tertolong oleh timbunan korupsinya?

Vampir yang sesungguhnya adalah mereka, para koruptor. Dan beberapa dari mereka telah tertangkap akibat bangun kesiangan.

Jakob Sumardjo, Budayawan

Sumber: Opini Kompas on 09/05/14 di 09.00
link: http://opinikompas.blogspot.com/2014/05/koruptor-membunuh-negara.html#more

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa tuliskan komentar anda, namun tolong gunakan bahasa yang sopan atau di kosongkan juga tidak ada masalah.